Reformasi

Pengertian Reformasi
Reformasi berarti perubahan radikal untuk perbaikan dalam bidang sosial, politik atau agama di dalam suatu masyarakat atau negara. Orang-orang yang melakukan atau memikirkan reformasi itu disebut reformis yang tak lain adalah orang yang menganjurkan adanya usaha perbaikan tersebut tanpa kekerasan.
Reformasi berarti perubahan dengan melihat keperluan masa depan, menekankan kembali pada bentuk asal, berbuat lebih baik dengan menghentikan penyimpangan-penyimpangan dan praktik yang salah atau memperkenalkan prosedur yang lebih baik, suatu perombakan menyeluruh dari suatu sistem kehidupan dalam aspek politik, ekonomi, hukum, sosial dan tentu saja termasuk bidang pendidikan. Reformasi juga berarti memperbaiki, membetulkan, menyempurnakan dengan membuat sesuatu yang salah menjadi benar. Oleh karena itu reformasi berimplikasi pada merubah sesuatu untuk menghilangkan yang tidak sempurna menjadi lebih sempurna seperti melalui perubahan kebijakan institusional. Dengan demikian dapat dikemukakan beberapa karakteristik reformasi dalam suatu bidang tertentu yaitu adanya keadaan yang tidak memuaskan pada masa yang lalu, keinginan untuk memperbaikinya pada masa yang akan datang, adanya perubahan besar-besaran, adanya orang yang melakukan, adanya pemikiran atau ide-ide baru, adanya sistem dalam suatu institusi tertentu baik dalam skala kecil seperti sekolah maupun skala besar seperti negara sekalipun.
Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia yang berfungsi menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan Orde Lama Soekarno. Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meski hal ini dibarengi praktek korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar.
Politik
Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang pembangunan antara pusat dan daerah.
Soeharto merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwitujuan, bisa tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di pihak lain. Dengan ditopang kekuatan Golkar, TNI, dan lembaga pemikir serta dukungan kapital internasional, Soeharto mampu menciptakan sistem politik dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi.


Eksploitasi Sumber Daya
Selama masa pemerintahannya pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an.
Warga Tionghoa
Sejak tahun 1967, warga keturunan dianggap sebagai warga negara asing di Indonesia dan kedudukannya berada di bawah warga pribumi, yang secara tidak langsung juga menghapus hak-hak asasi mereka. Kesenian barongsai secara terbuka, perayaan hari raya Imlek, dan pemakaian Bahasa Mandarin dilarang, meski kemudian hal ini diperjuangkan oleh komunitas Tionghoa Indonesia Mereka pergi hingga ke Mahkamah Agung dan akhirnya Jaksa Agung Indonesia waktu itu memberi izin dengan catatan bahwa Tionghoa Indonesia berjanji tidak menghimpun kekuatan untuk memberontak dan menggulingkan pemerintahan Indonesia.
Satu-satunya surat kabar berbahasa Mandarin yang diizinkan terbit adalah Harian Indonesia yang sebagian artikelnya ditulis dalam bahasa Indonesia. Harian ini dikelola dan diawasi oleh militer Indonesia dalam hal ini adalah ABRI meski beberapa orang Tionghoa Indonesia bekerja juga di sana. Agama tradisional Tionghoa dilarang. Akibatnya agama Konghucu kehilangan pengakuan pemerintah.
Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya ketika itu mencapai kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan pengaruh komunisme di Tanah Air. Padahal, kenyataan berkata bahwa kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai pedagang, yang tentu bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh komunisme, yang sangat mengharamkan perdagangan dilakukan. Orang Tionghoa dijauhkan dari kehidupan politik praktis. Sebagian lagi memilih untuk menghindari dunia politik karena khawatir akan keselamatan dirinya.
Pasca-Orde Baru
Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagai tanda akhirnya Orde Baru, untuk kemudian digantikan "Era Reformasi".
Masih adanya tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada masa Reformasi ini sering membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde Baru masih belum berakhir. Oleh karena itu Era Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut sebagai "Era Pasca Orde Baru".
Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru
Sukses KB
Sukses memerangi buta huruf
Sukses swasembada pangan
Pengangguran minimum
Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
Sukses Gerakan Wajib Belajar
Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
Sukses keamanan dalam negeri
Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia
Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri.

Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru
Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat
Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Papua
Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya
Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin)
Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibredel
Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program "Penembakan Misterius"
Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya).
Orde Lama adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soekarno di Indonesia. Orde Lama berlangsung dari tahun 1945 hingga 1968. Dalam jangka waktu tersebut, Indonesia menggunakan bergantian sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi komando. Di saat menggunakan sistem ekonomi liberal, Indonesia menggunakan sistem pemerintahan parlementer. Presiaden Soekarno di gulingkan waktu Indonesia menggunakan sistem ekonomi komando.
Era 1950-1959 ialah era dimana presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950, sange dimana periode ini berlangsung dari 17 Agustus 1950 sampai 6 Juli 1959.
Latar Belakang
Sebelum Republik Indonesia Serikat dinyatakan bubar, pada saat itu terjadi demo besar-besaran menuntut pembuatan suatu Negara Kesatuan. Maka melalui perjanjian antara tiga negara bagian, Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur dihasilkan perjanjian pembentukan Negara Kesatuan pada tanggal 17 Agustus 1950.
Sejak 17 Agustus 1950, Negara Indonesia diperintah dengan menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 yang menganut sistem kabinet parlementer.
Konstituante
Konstituante diserahi tugas membuat undang-undang dasar yang baru sesuai amanat UUDS 1950. Namun sampai tahun 1959 badan ini belum juga bisa membuat konstitusi baru. Maka Presiden Soekarno menyampaikan konsepsi tentang Demokrasi Terpimpin pada DPR hasil pemilu yang berisi ide untuk kembali pada UUD 1945.
Akhirnya, Soekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959, yang membubarkan Konstituante.
Kabinet-kabinet
Pada masa ini terjadi banyak pergantian kabinet diakibatkan situasi politik yang tidak stabil. Tercatat ada 7 kabinet pada masa ini.
1950-1951 - Kabinet Natsir
1951-1952 - Kabinet Sukiman-Suwirjo
1952-1953 - Kabinet Wilopo
1953-1955 - Kabinet Ali Sastroamidjojo I
1955-1956 - Kabinet Burhanuddin Harahap
1956-1957 - Kabinet Ali Sastroamidjojo II
1957-1959 - Kabinet Djuanda
Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ialah dekrit yang mengakhiri masa parlementer dan digunakan kembalinya UUD 1945. Masa sesudah ini lazim disebut masa Demokrasi Terpimpin
Isinya ialah:
1.Kembali berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
2.Pembubaran Konstituante
3.Pembentukan MPRS dan DPAS.
Contoh artikel Orde Lama :
Demokrasi Minimalis
Dari zaman orde lama hingga orde reformasi, Indonesia mengalami dan merasakan sedikitnya 2 (dua) model demokrasi yang sangat menonjol. Soekarno dengan konsep demokrasi terpimpinnya, dilanjutkan lagi dengan Soeharto yang juga membawa model demokrasi yang menurutnya lebih canggih dari yang sebelumnya dan dinamakan demokrasi Pancasila. Dan di era reformasi, prototipe demokrasi masih dalam tahap menuju penyempurnaan.  Entah sampai kapan kita harus menunggu. Demokrasi Terpimpin yang dipelopori oleh Bung Karno berdasarkan pada catatan-catatan dari para peneliti justru menemukan bahwa pada era tersebut demokrasi bertumbuh dengan baik. Masa keemasan demokrasi ini berlangsung sekian lama sampai blok barat dibuat gerah.  Pada saat itu demokrasi menjadi hal yang sangat istimewa hingga intervensi asing ikut bermain guna mengacaukan stabilitas nasional yang berujung pada pergantian kepemimpinan nasional.
Pada tahap Demokrasi Pancasila yang dipelopori oleh Pak Harto. Keadaan berubah seratus delapan puluh derajat. Dengan jargon stabilitas politik maka benih-benih demokrasi yang sebelumnya sudah mulai mekar terpaksa harus dibonsai. Hal-hal yang berbau orde lama dianggap tidak layak lagi digunakan. Pengkerdilan demokrasi ini berlanjut selama 32 tahun kepemimpinan beliau, dan akhirnya mencapai titik didihnya sekaligus melahirkan orde reformasi.
Pada dua model demokrasi di atas, ada satu persamaan yang mungkin bisa menjadi perdebatan yakni masing-masing melahirkan individu yang sangat kuat dalam setiap lini pemerintahan sehingga menjadikan mereka seperti manusia setengah dewa.  Untuk itulah protitipe demokrasi yang layak untuk dikembangakan dalam kondisi global seperti ini adalah demokrasi minimalis. Artinya kita tidak perlu kembali ke masa orde lama atau baru. Demokrasi minimalis bisa meredam model demokrasi barat yang sangat liberal sebaliknya kita tidak perlu mengenyampingkan nilai-nilai universal dari demokrasi itu sendiri.
Kecenderungan kita dalam menerapkan demokrasi adalah berkaca pada demokrasi barat. Salah satu indikatornya adalah proses pergantian kepemimpinan dalam setiap level harus melalui pemilihan langsung. Nah apa yang didapat, nilai-nilai yang terkandung dalam masyarakat hancur berantakan. Bahkan ada komunitas-komunitas tertentu yang telah sekian lama hidup berdampingan dengan aman dan rukun sekarang malah menjadi musuh bebuyutan. Dalam kondisi seperti ini, pemerintahan tidak bisa berbuat apa-apa kecuali hanya menjadi “pemadam kebakaran” dari setiap konflik yang terjadi.
Sebaliknya pembukaan demokrasi ala barat dengan harapan bisa melahirkan kepemimpinan dalam setiap level pemerintahan yang akuntabel dan kapabel serta tingkat keterwakilan masyarakat yang lebih luas justru tidak terbukti. Kepemimpinan seperti ini malah cenderung tidak tegas serta wakil rakyat yang sangat jauh dari konstituen. Jangankan menjalankan program pemerintah, urusan politik saja belum stabil. Jangankan mau urus rakyat, terpilih saja belum pasti. Fenomena seperti inilah yang justru terjadi dengan pengembangan demokrasi yang lebih condong ke barat. Selanjutnya terserah anda mau pilih model yang mana.

Sejarah Indonesia (1998-sekarang)
Era Pasca Soeharto atau Era Reformasi di Indonesia dimulai pada pertengahan 1998, tepatnya saat Presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 dan digantikan wakil presiden BJ Habibie.
Latar Belakang
Krisis finansial Asia yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan semakin besarnya ketidak puasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan pimpinan Soeharto saat itu menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan berbagai organ aksi mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia.
Pemerintahan Soeharto semakin disorot setelah Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998 yang kemudian memicu Kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya. Di bawah tekanan yang besar dari dalam maupun luar negeri, Soeharto akhirnya memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya.

Latar Belakang terjadinya reformasi di Indonesia.

Seperti yang telah kita ketahui, era reformasi bergulir sejak presiden Soeharto mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei 1998. Sebelum itu, terjadi pergerakan mahasiswa secara besar-besaran hampir di seluruh wilayah Indonesia, yang menuntut adanya perubahan dalam sistem pemerintahan di Indonesia.
Goyahnya pemerintahan presiden Soeharto, yang diikuti pergolakkan mahasiswa di beberapa wilayah Indonesia, terlihat mulai awal tahun 1998. Dimana terjadi krisis finansial Asia yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah. Selain itu, banyak pihak yang mulai merasakan ketidakpuasaan terhadap kerja pemerintah yang mengundang demonstrasi di berbagai wilayah di Indonesia oleh mahasiswa.
Pada saat itu, masyarakat Indonesia telah merasakan kejenuhan terhadap system pemerintahan yang terkesan otoriter. Dimana tidak semua orang bisa mengungkapkan pemikiran dan pendapat mereka. Beberapa media juga menjadi alat pemerintah untuk mengangkat citra pemerintah di mata masyarakat. Keadaan Indonesia yang begitu labildan cukup meresahkan membuat masyarakat menginginkan adanya perubahan. Kemudian munculah gerakan demonstrasi oleh mahasiswa, bahkan aksi-aksi anarki sering terjadi pula dan mereka mengatasnamakan reformasi. Berikut ini adalah runtutan proses terjadinya reformasi di Indonesia.
Januari 1998
Pada tanggal 22 Januari 1998, nilai tukar rupiah mencapai Rp. 17.000,- per dollar AS. Pada saat itu IMF juga tidak menunjukkan tanda-tanda untuk membantu Indonesia untuk menormalkan kembali nilai tukar tersebut.
February 1998
Pada tanggal 12 Februari 1998, Presiden Soeharto menunjuk Wiranto sebagai Panglima angkatan bersenjata.
Maret 1998
Tanggal 5 Maret 1998, duapuluh mahasiswa universitas Indonesia mendatangi gedung DPR/MPR menyatakan penolakan mereka terhadap pidato pertanggungjawaban presiden yang disampaikan pada Sidang Umum MPR dan menyerahkan agenda reformasi nasional. Mereka diterima Fraksi ABRI. Tanggal 10 Maret 1998, Soeharto kembali dilantik sebagai Presiden untuk ke tujuh kalinya dengan masa jabatan 5 tahun kedepan. Soeharto menggandeng B.J Habibie sebagai wakil presiden. Tanggal 14 Maret 1998, Soeharto mengumumkan kabinet baru yang dinamai Kabinet Pembangunan VII. Dalam kabinet tersebut Bob Hasan dan anak Soeharto, Siti Hardiyanti Rukmana, terpilih menjadi menteri.
April 1998
Tanggal 15 april 1998, presiden Soeharto meminta mahasiswa untuk mengakhiri protes serta tuntutan mereka terhadap reformasi dan kembali ke kampus. Tanggal 18 april 1998 Panglima ABRI Jendral Purn. Wiranto dan 14 menteri Kabinet Pembangunan VII mengadakan dialog dengan mahasiswa di Pekan Raya Jakarta. Namun cukup banyak perwakilan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang menolak dialog tersebut.
Mei 1998
Pada tanggal 1 mei 1998, Soeharto melalui mentri dalam negeri Hartono dan menteri Penerangan Alwi Dahlan mengatakan bahwa reformasi baru bisa dimulai tahun 2003. Kemudian tanggal 2 mei 1998 pernyataan tersebut diralat dan dinyatakan bahwa reformasi bisa dimulai saat ini (1998). Tanggal 4 mei 1998, hargaa BBM melonjak tajam 71% dan diikuti protes dan demonstrasi asiswa di Medan, bandung dan Yogyakarta. Demonstrasi ditanggapi represif oleh aparat, bahkan banyak terjadi bentrokan di sejumlah perguruan tinggi. Kerusuhan di Medan selama 3 hari menyebabkan sedikitnya 6 korban meninggal. Tanggal 7 Mei 1998 terjadi peristiwa Cimanggis. Bentrokan antara mahasiswa dan aparat keamanan terjadi di kampus Fakultas Teknik Universitas Jayabaya, Cimanggis, yang mengakibatkan sedikitnya 52 mahasiswa dibawa ke RS Tugu Ibu, Cimanggis. Dua di antaranya terkena tembakan di leher dan lengan kanan, sedangkan sisanya cedera akibat pentungan rotan dan mengalami iritasi mata akibat gas air mata.
Pada 8 Mei 1998, terjadi peristiwa Gejayan, dima 1 mahasiswa Yogyakarta tewas. Kemudian tanggal 9 Mei presiden Soeharto bertolak ke Mesir untuk menghasirir KTT G-15. Tanggal 12 mei 1998 terjadi bentrokan antar mahasiswa dan aparat yang dikenal sebagai tragedi Trisakti. Sebanyak 4 mahasiswa Trisakti tewas dalam kejadian tsb. Kerusuhan terus terjadi dimana-mana. Tanggal 13 Mei terjadi kerusuhan di Solo. Mal Ratu Luwes di Jl. S. Parman termasuk salah satu yang dibakar di Solo. Selain itu kerusuhan pecah di Jakarta. Etnis Tionghoa mulai eksodus meninggalkan Indonesia. Presiden Soeharto yang pada saat itu berada di Mesir, memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Sebelum kembali ke Indonesia, presiden Soeharto telah menyampaikan rencananya untuk mundur kepada warga Indonesia di Mesir.
Tanggal 14 Mei 1998, Demonstrasi terus bertambah besar hampir di seluruh kota-kota di Indonesia, demonstran mengepung dan menduduki gedung-gedung DPRD di daerah. Kemudian tanggal 18 Mei 1998, Ketua MPR yang juga ketua Partai Golkar, Harmoko, meminta Soeharto untuk turun dari jabatannya sebagai presiden. Namun Jenderal Wiranto mengatakan bahwa pernyataan Harmoko tidak mempunyai dasar hukum; Wiranto mengusulkan pembentukan "Dewan Reformasi". Sementara itu demonstrasi terus bergulir. Gelombang pertama mahasiswa dari FKSMJ, Forum Kota, UI dan HMI MPO memasuki halaman dan menginap di Gedung DPR/MPR.
Pada tanggal 19 Mei 1998, Soeharto berbicara di TV, menyatakan dia tidak akan turun dari jabatannya, tetapi menjanjikan pemilu baru akan dilaksanakan secepatnya. Beberapa tokoh Muslim, termasuk Nurcholish Madjid dan Abdurrahman Wahid, bertemu dengan Soeharto. Sementara itu, ribuan mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR, Jakarta. Dilaporkan juga bentrokan terjadi dalam demonstrasi di Universitas Airlangga, Surabaya.
Tanggal 20 Mei 1998, Amien Rais membatalkan rencana demonstrasi besar-besaran di Monas. Hal ini terjadi setelah 80.000 tentara bersiaga di kawasan Monas. Selain itu, sebanyak 500.000 orang berdemonstrasi di Yogyakarta, termasuk Sultan Hamengkubuwono X. Demonstrasi besar lainnya juga terjadi di Surakarta, Medan, Bandung. Harmoko mengatakan Soeharto sebaiknya mengundurkan diri pada Jumat, 22 Mei, atau DPR/MPR akan terpaksa memilih presiden baru. Diikuti dengan sebelas menteri kabinet mengundurkan diri, termasuk Ginandjar Kartasasmita, milyuner kayu Bob Hasan, dan Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin.
Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya pada pukul 9.00 WIB. Dalam pidatonya, Soeharto menyampaikan permintaan maaf yang sebesar-besarnya kepada masyarakat Indonesia. Setelah Soeharto menundurkan diri, wakil Presiden B.J. Habibie menjadi presiden baru Indonesia. Pernyataan muncul dari Jenderal Wiranto yang mengatakan ABRI akan tetap melindungi presiden dan mantan-mantan presiden. Namun terjadi perdebatan tentang proses transisi ini. Yusril Ihza Mahendra, salah satu yang pertama mengatakan bahwa proses pengalihan kekuasaan adalah sah dan konstitusional.
Tanggal 22 Mei 1998, Habibie mengumumkan susunan "Kabinet Reformasi" dan Letjen Prabowo Subiyanto dicopot dari jabatan Panglima Kostrad. Di Gedung DPR/MPR, bentrokan hampir terjadi antara pendukung Habibie yang memakai simbol-simbol dan atribut keagamaan dengan mahasiswa yang masih bertahan di Gedung DPR/MPR. Mahasiswa menganggap bahwa Habibie masih tetap bagian dari Rezim Orde Baru. Tentara mengevakuasi mahasiswa dari Gedung DPR/MPR ke Universitas Atma Jaya.
Era reformasi dimulai sejak Soeharto menggundurkan diri dan berakhir saat Abdurahman Wahid mengundurkan diri dari kursi presiden pada tahun 2001.







Makna Reformasi

Secara arti kata Reformasi tediri dari dua kata yaitu Re yang berarti lagi atau ulang, dan kata Formasi yang berarti bentuk, susunan atau komposisi. Berdasar dengan dua kata tersebut maka kata reformasi adalah menyusun ulang suatu komposisi. Dalam kamus bahasa Indonesia kata Reformasi diartikan sebagai upaya untuk menuju budaya yang lebih efisien.
Pada saat reformasi bergulir di Indonesia, banyak yang mengidentikan itu dengan banyaknya kerusuhan. Memang itu yang terjadi. Namun pada kenyataannya, kejenuhan akan sistem pemerintahan yang monoton dan terkesan sangat otoriter membuat beberapa oknum melalui mahasiswa merasa perlu untuk ‘memaksakan’ terjadinya perubahan atau yang sering disebut gerakan reformasi.
Saat itu memang mahasiswa yang menggelar aksi demonstrasi besar-besaran di berbagai wilayah di Indonesia. Sangat disayangkan aksi demo tersebut berlangsung penuh kekerasan, bahkan aparatpun bereaksi sangat represif, sehingga bentrokan yang menelan korban tidak dapat dihindarkan lagi.
Keadaan Indonesia yang sangat labil dan banyak sekali kejadian yang meresahkan, memaksa presiden Soeharto memenuhi tuntutan mahasiswa untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden, yang kemudian digantikan oleh B.J Habibie. Pada kenyataannya, hal itu juga tidak semerta-merta membuat keadaan di Indonesia menjadi lebih baik. Memang gerakan demonstrasi mahasiwa berangsur berkurang, namun masih saja terjadi banyak protes di beberapa wilayah.
Makna dari reformasi sendiri bagi bangsa Indonesia adalah penataan sistem menjadi sistem yang lebih baik. Reformasi yang sering disuarakan bertujuan agar setiap orang mempunyai hak untuk menyuarakan pendapat mereka tanpa harus mendapatkan tekanan dari pihak yang lebih berkuasa. Penyuaraan Hak Asasi Manusia yang terjadi di setiap aksi mahasiswa. Memang setelah Soeharto turun dari kursi presiden, sudah terasa bahwa siapapun bisa menyuarakan hak mereka untuk berpendapat. Diharapkan reformasi membawa bangsa Indonesia menjadi jauh lebih baik dan membawa perubahan kearah yang lebih baik.
Meskipun kini kebebasan berpendapat telah didapatkan, bahkan hak asasi manusia telah dijamin oleh negara, perlu disadari bahwa kebebasan seseorang memiliki batas-batas tertentu. Pendapat yang diutarakan pun harus dapat dipertanggung jawabkan. Perlu disadari pula bahwa Hak asasi setiap manusia dibatasi oleh hak asasi manusia lainnya. Sehingga kebebasan tidak bisa dimaknai sebagai bebas melakukan apapun yang ingin dilakukan. Alangkah baiknya apabila kebebasan tersebut dapat dilakukan secara bertanggung jawab dan tidak mengganggu kepentingan umum.
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "Reformasi"

Posting Komentar